Selasa, 01 Maret 2011

Mengenal Jin (3); Minta tolong pada Jin?

Bolehkah Meminta Tolong kepada Jin?

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullahu menjelaskan: “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa meminta bantuan kepada jin ada tiga bentuk:
Pertama: Meminta bantuan dalam perkara ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti menjadi pengganti di dalam menyampaikan ajaran agama.

Kedua: Meminta bantuan kepada mereka dalam perkara yang diperbolehkan. Hal ini diperbolehkan, dengan syarat wasilah (perantara) untuk mendapatkan bantuan jin tersebut adalah sesuatu yang boleh dan bukan perkara yang haram. (Perantara yang tidak diperbolehkan) seperti bilamana jin itu tidak mau memberikan bantuan melainkan dengan (mendekatkan diri kepadanya dengan) menyembelih, sujud, atau selainnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan sebuah riwayat bahwa ‘Umar radhiallahu ‘anhu terlambat datang dalam sebuah perjalanan hingga mengganggu pikiran Abu Musa radhiallahu ‘anhu. Kemudian mereka berkata kepada Abu Musa radhiallahu ‘anhu: “Sesungguhnya di antara penduduk negeri itu ada seorang wanita yang memiliki teman dari kalangan jin. Bagaimana jika wanita itu diperintahkan agar mengutus temannya untuk mencari kabar di mana posisi ‘Umar radhiallahu ‘anhu?” Lalu dia melakukannya, kemudian jin itu kembali dan mengatakan: “Amirul Mukminin tidak apa-apa dan dia sedang memberikan tanda bagi unta shadaqah di tempat orang itu.” Inilah bentuk meminta pertolongan kepada mereka dalam perkara yang diperbolehkan.

Ketiga: Meminta bantuan kepada mereka dalam perkara yang diharamkan seperti mengambil harta orang lain, menakut-nakuti mereka atau semisalnya. Maka hal ini adalah sangat diharamkan di dalam agama.


Al-Lajnah Ad-Da`imah (Lembaga Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) menjelaskan: “Meminta bantuan kepada jin dan menjadikan mereka tempat bergantung dalam menunaikan segala kebutuhan, seperti mengirimkan bencana kepada seseorang atau memberikan manfaat, termasuk kesyirikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan termasuk bersenang-senang dengan mereka. Dengan terkabulkannya permintaan dan tertunaikannya segala hajat, termasuk dari katagori istimta’ (bersenang-senang) dengan mereka. Perbuatan ini terjadi dengan cara mengagungkan mereka, berlindung kepada mereka, dan kemudian meminta bantuan agar bisa tertunaikan segala yang dibutuhkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan bahwasanya ada beberapa orang dari laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada laki-laki di antara jin kemudian jin-jin itu menambah kepada mereka rasa takut.” (Al-Jin: 6)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu menjelaskan: “Banyak di antara mereka yang bisa terbang di udara, dan setan telah membawanya (ke berbagai tempat, -pent.), terkadang ke Makkah dan selainnya. Padahal dia adalah seorang zindiq, menolak shalat dan menentang perkara-perkara lain yang telah diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta menghalalkan segala yang telah diharamkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Setan bersedia membantunya karena kekafiran, kefasikan, dan maksiat yang dilakukannya."



Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan: “Sihir termasuk perbuatan syirik ditinjau dari dua sisi."

Pertama : Karena dalam sihir itu terdapat unsur meminta pelayanan dan ketergantungan dari setan serta pendekatan diri kepada mereka melalui sesuatu yang mereka sukai, agar setan-setan itu memberi pelayanan yang diinginkan.
Kedua : Karena di dalam sihir terdapat unsur pengakuan (bahwa si pelaku) mengetahui ilmu ghaib dan penyetaraan diri dengan Allah dalam ilmuNya, dan adanya upaya untuk menempuh segala cara yang bisa menyampaikannya kepada hal tersebut. Ini adalah salah satu cabang dari kesyirikan dan kekufuran”.[5]

"Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang sihir, kemudian ia membenarkan (mempercayai) perkataan mereka, maka sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad".

"Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada setiap pendusta lagi banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada setan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta". [Asy Syu’ara`: 221-223].

"Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaan atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabbnya. Sesungguhnya kekuasaan setan hanyalah atas orang-orang yang menjadikannya sebagai pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah". [An Nahl : 99-100].



Tidak ada komentar:

Posting Komentar