Jumat, 18 Maret 2011

Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya?

Ada satu peribahasa yang sudah umum "Buah tak jatuh jauh dari pohonnya". Satu anggapan yang menyatakan kalau kelakuan anak mencerminkan kelakuan orang tuanya.

Ada juga anggapan lain, kalau kita durhaka kepada orang tua kita, maka kelak anak kita akan durhaka juga kepada kita.

Sebagai orang tua menjadi kewajiban kita untuk mendidik anak dan keluarga kita. Di dalam buku "Mendidik Anak Perempuan" karya Abdul Mun'im Ibrahim, saya temukan beberapa referensi yang mungkin berkenaan dengan hal ini




 ========================================


Dalam Qur'an dan hadis banyak disebutkan soal tanggung jawab menjaga dan mendidik ini;

"Peliharalah diri dan keluargamu dari api neraka" (QS at-Tahriim:6)


Ibnul Qayyim mendasarkan ayat tersebut sebagai dasar kewajiban untuk mendidik anak dan keluarga kita.



"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya" (QS Thaahaa:132)


"Kalian semua adalah pemimpin, dan kalian akan ditanyakan pertanggung-jawabannya atas apa yang dipimpinnya" (Hadis muttafaq 'alaih)


"Ajarkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka menginjak usia tujuh tahun, dan pukullah mereka [jika melalaikan shalat] krtika mereka menginjak usia sepuluh tahun. Dan pisahkanlah tempat tidur mereka" (HR Ahmaddan Abu Dawud)


"Tidak ada pemberian yang lebih baik dari seorangtua kepada anaknya melebihi adab yang baik" (HR Ahmaddan Tirmidzi)


"Bahwa seseorang dari kalian mendidik anaknya, itu lebih baik baginya daripada bersedekah setiap hari sebanyak setengah sha' kepada orang-orang miskin" (HR Ahmad, Thabrani, dan Baihaqi)


Ibnu Umar r.a berkata :"Ajarkanlah anakmu, karena engkau akan dipertanyakan tentang dirinya, apa yang telah kau didikkan kepadanya? Apa yangengkau ajarkan kepadanya? Dan sebaliknya akan dipertanyakan tentang baktinya kepadamu serta ketaatannya kepadamu"


Jika setiap orang tua sudah menjalankan fungsinya sebagai pendidik, -mengenai hasilnya -maka hendaknya kita menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT, seperti firman-Nya


"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk" (QS Al Qashash:56)


Jadi, hendaknya setiap orang tua ingat bahwa ia hanya sekedar sebagai pihak yang bertugas mengingatkan, pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, bukan sebagai penguasa atas diri anak-anaknya.


"Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu adalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka" (QS Al Ghaasyiyah:21-22)


Penulis juga memberikan dua contoh kasus yang  nyata yang bisa menjadi pelajaran untuk kita
  • Contoh Nabi Ibrahim a.s, seorang nabi panutan yang terlahir dari orangtua yang kafir
  • Contoh Nabi Nuh a.s, seorang nabi panutan yang memiliki anak yang kafir
Tidaklah mungkin kita mengatakan Nabi Nuh a.s telah lalai dalam mendidik keluarganya. Nabi Nuh justru telah memberikan contoh untuk tidak berputus asa dalam upaya untuk meluruskan anaknya hingga detik-detik terakhir. Dalam do'anya Nabi Nuh a.s berkata;

"Dan Nuh berseru kepada Tuhan-nya sambil berkata; "Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya." (QS Huud:45)


=================================================

Untuk masalah mendidik anak, belajarlah kepada Luqman Al Hakim 

Wallahua'lam....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar