Selasa, 04 Januari 2011

Sebab-Sebab Tertolaknya Doa

Alhamdulillah dapet kiriman artikel bagus dari Pak Aslam. Agak panjang tapi penting untuk dibaca
===================================================
 [Diterjemah dari Syurut Ad-Du'a wa Mawani' Al-Ijabah hal. 17-21 karya Said bin Wahf Al-Qahthani, dengan sedikit perubahan]

Di antara sebab-sebab tertolaknya doa adalah sebagai berikut:

Sebab pertama: Bergampangan dalam hal yang haram, baik dalam hal makanan, minuman, pakaian, dan pemberian makan. [1]
Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dia berkata: Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya Allah Ta’ala memerintahkan kaum mukminin dengan perintah yang juga Dia tujukan kepada para rasul, “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”[2] dan Dia juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”[3] Kemudian beliau menyebutkan seseorang yang letih dalam perjalanannya, rambutnya berantakan, dan kakinya berpasir, seraya dia menengadahkan kedua tanganya ke langit dan berkata, “Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan dia diberi makan dari yang haram, maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan.[4]


Ada yang mengatakan -sebagaimana yang Ibnu Rajab -rahimahullahu Ta’ala- katakan- tentang makna hadits ini: Allah tidak akan menerima amalan kecuali yang thayyib (baik) lagi thahir (suci) dari semua perkara yang bisa merusaknya seperti riya` dan ujub, dan Dia juga tidak menerima harta kecuali yang thayyib lagi halal, karena sifat ‘thayyib’ bisa menjadi sifat bagi amalan, ucapan, dan keyakinan.[5] Yang dimaksudkan di sini adalah bahwa para rasul beserta umat mereka diperintahkan untuk memakan makanan yang thayyib dan menjauh dari semua yang khabits (jelek) lagi haram. Kemudian Nabi -alaihishshalatu wassalam- menyebutkan di akhir hadits akan mustahilnya doa dikabulkan tatkala pelakunya bergampangan dalam hal yang haram, baik dalam hal makanan, minuman, pakaian, dan pemberian makan. Karenanya para sahabat dan orang-orang saleh lainnya sangat bersemangat untuk hanya makan dari makanan yang halal dan mereka sangat menjauhi semua yang haram.

Dalam hadits di atas disebutkan bahwa laki-laki tersebut terlalu bergampangan dalam memakan sesuatu yang haram, padahal dia telah memenuhi empat sebab dari sebab-sebab terkabulnya doa:
·        pertama, Sedang safar,
·        kedua: Adanya kerendahan dalam pakaian dan penampilan. Karenanya Nabi - shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Betapa banyak orang yang asy’ats (rambutnya berantakan)[10] dan diusir dari pintu-pintu rumah, akan tetapi seandainya dia bersumpah sesuatu atas nama Allah niscaya Allah akan memenuhi sumpahnya.”[11]
·        ketiga: Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit, Nabi -alaihishshalatu wassalam- telah bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Malu lagi Maha Pemurah, Dia malu kepada hamba-Nya jika dia mengangkat kedua tangannya kepada-Nya lantas Dia mengembalikannya dalam keadaan kosong lagi sia-sia.”[12]
·        keempat: Al-ilhah (betul-betul mengharap) kepada Allah dengan mengulangi-ulangi penyebutan rububiah-Nya, dan ini merupakan sebab terbesar dikabulkannya doa.
Akan tetapi bersamaan dengan semua sebab di atas, Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan.” Ini adalah pertanyaan yang diajukan untuk menyatakan keheranan dan mustahilnya sesuatu tersebut.[13]

Dari Aisyah -radhiallahu anha- dia berkata, “Dulu Abu Bakar mempunyai seorang budak lelaki yang bekerja menghasilkan uang untuknya dan Abu Bakar makan dari hasil kerjanya (arab: al-kharaj)[6]. Maka pada suatu hari dia datang membawa makanan lalu Abu Bakar memakannya, kemudian budaknya itu berkata, “Apakah kamu tahu apa ini?” Abu Bakar bertanya, “Apa ini?” dia menjawab, “Dulu saya pernah mendukuni seseorang pada zaman jahiliah padahal saya tidak paham mengenai perdukunan, hanya saja yang menipunya lalu dia memberikan ini kepada saya, dan itu adalah apa yang kamu makan.” Maka Abu Bakar segera memasukkan tangannya[7] lalu dia memuntahkan semua isi perutnya.”[8] Diriwayatkan dalam sebuah riwayat Abu Nuaim dalam Al-Hilyah dan Ahmad dalam Az-Zuhud, “Maka dikatakan kepada Abu Bakar, “Semoga Allah merahmatimu, apakah kamu harus melakukan semua itu hanya karena sesuap makanan tadi?” beliau menjawab, “Seandainya dia tidak bisa keluar kecuali harus bersamaan dengan keluarnya nyawaku niscaya aku akan mengeluarkannya. Saya mendengar Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Setiap daging yang tumbuh dari hal yang haram maka neraka lebih pantas baginya.” Karenanya saya khawatir kalau suapan tadi menumbuhkan daging dalam jasadku.”[9]

Maka wajib atas setiap muslim untuk bertaubat kepada Allah Ta’ala dari semua maksiat dan dosa, dan hendaknya dia meminta kehalalan dari setiap kezhaliman yang dia lakukan kepada pemiliknya, agar dia bisa selamat dari penghalang besar ini, yang menghalangi doanya dikabulkan.

Sebab kedua: Terburu-buru lalu menghentikan berdoa.

Di antara penghalang dikabulkannya doa adalah seorang tergesa-gesa (yakni menganggap doanya sudah tidak dikabulkan, pent.) sehingga diapun menghentikan berdoa hanya karena pengabulannya diundurkan oleh Allah.[14] Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- menyatakan amalan ini sebagai salah satu dari sebab-sebab tertolaknya doa, agar hamba tidak berhenti berharap kepada-Nya agar doanya dikabulkan sampai kapanpun, karena Allah Subhanahu mencintai orang-orang yang sangat berharap dalam berdoa.[15]

Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dia berkata: Sesungguhnya Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Doa salah seorang di antara kalian pasti akan dikabulkan selama dia tidak tergesa-gesa, yaitu dia mengatakan: Saya sudah berdoa akan tetapi belum dikabulkan.”[16]

Dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bahwa beliau bersabda, “Terus-menerus akan dikabulkan doa seorang hamba selama dia tidak berdoa untuk perbuatan dosa atau memutus silaturahmi, dan selama dia tidak tergesa-gesa.” Maka ditanyakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, bagaimana perbuat tergesa-gesa itu?” beliau menjawab, “Dia berkata: Saya telah berdoa dan saya telah berdoa akan tetapi kelihatannya doaku belum dikabulkan,” maka setelah itu dia pun putus asa[17] dan menghentikan berdoa.”[18]

Maka hendaknya seorang hamba tidak tergesa-gesa menyatakan kalau doanya tidak dikabulkan, karena Allah terkadang mengundurkan pengabulan doa dengan beberapa alasan: Apakah karena syarat-syaratnya tidak terpenuhi, ataukah dia melakukan sesuatu yang menghalangi terkabulnya doa, ataukah sebab-sebab lainnya yang merupakan maslahat bagi sang hamba sementara dia tidak menyadarinya[19]. Karenanya jika seorang hamba merasa doanya belum dikabulkan maka hendaknya dia memeriksa dirinya dan segera bertaubat kepada Allah Ta’ala dari semua dosa, maka dia pasti akan bergembira dengan kebaikan yang segera datang maupun yang datang belakangan.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”[20]

Maka selama hamba betul-betul berharap dan ingin doanya dikabulkan tapi juga tidak memastikannya, niscaya doanya akan segera dikabulkan. Dan barangsiapa yang terus-menerus mengetuk maka pasti dia akan dibukakan pintu.[21]

Terkadang pengabulan sebuah doa diundur dalam jangka waktu yang sangat lama, sebagaimana Allah Subhanahu mengabarkan tentang diundurkannya pengabulan doa Ya’qub tatkala dia berdoa agar Yusuf anaknya dikembalikan kepadanya, padahal beliau adalah seorang nabi yang mulia. Juga sebagaimana yang Allah kabarkan mengenai diundurkannya pengabulan doa nabinya Ayyub -alaihishshalatu wassalam- tatkala dia berdoa agar penyakitnya disembuhkan. Terkadang Allah memberikan kepada orang yang berdoa itu sesuatu yang lebih baik daripada apa yang dia minta, dan terkadang dia dihindarkan dari sebuah kejelekan yang mana itu lebih utama daripada apa yang dia minta.[22]

Sebab ketiga: Mengerjakan maksiat dan hal yang diharamkan.

Melakukan maksiat juga bisa menjadi sebab tertolaknya doa.[23] Karenanya sebagian ulama salaf ada yang mengatakan, “Jangan kamu heran jika pengabulan doamu terlambat, karena telah menutupi jalan datangnya dengan kemasiatan.” Ucapan ini kemudian dikutip oleh sebagian penyair:
“Kita berdoa kepada sang Sembahan pada setiap kesulitan, kemudian kita melupakan Dia ketika kesulitan tersebut sudah hilang. Bagaimana bisa kita mengharapkan terkabulnya sebuah doa, sementara kita telah menutupi jalan datangnya dengan dosa-dosa.”[24]

Tidak diragukan bahwa kelalaian dan terjatuh ke dalam syahwat yang diharamkan adalah termasuk dari sebab-sebab diharamkannya seseorang mendapatkan kebaikan. Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”[25]

Sebab keempat: Meninggalkan kewajiban yang telah Allah wajibkan.

Sebagaimana mengerjakan ketaatan merupakan sebab dikabulkannya doa, maka demikian halnya meninggalkan kewajiban adalah salah satu dari sebab-sebab tidak terkabulnya doa.[26] Dan hal ini sudah disinyalir oleh Nabi -shallallahu alaihi wasallam-.

Dari Huzaifah -radhiallahu anhu- dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam- beliau bersabda, “Demi yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian harus betul-betul memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, kalau tidak maka betul-betul dikhawatirkan Allah akan menjatuhkan kepada kalian semua siksaan dari-Nya, kemudian kalian berdoa kepada-Nya akan tetapi Dia tidak mengabulkannya.”[27]

Sebab kelima: Berdoa untuk maksiat atau untuk memutuskan silaturahmi.

Sebab keenam: Hikmah dari Allah sehingga terkadang Dia memberikan sesuatu yang lebih utama daripada apa yang dia minta.

Dari Abu Said -radhiallahu anhu- dia berkata bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Tidak ada seorang muslim pun yang berdoa dengan satu doa kepada Allah, yang mana doanya tidak mengandung dosa dan pemutusan silaturahmi, kecuali karenanya Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga perkara: Akan disegerakan pengabulan doanya, ataukah akan disimpankan untuknya di akhirat, ataukah akan dihindarkan darinya kejelekan yang semisalnya.” Mereka (para sahabat) berkata, “Kalau begitu kami akan memperbanyak doa,” maka beliau bersabda, “Allah akan lebih banyak lagi memberikan.”[28]

Maka terkadang seseorang itu mengira kalau doanya belum dikabulkan padahal doanya telah dikabulkan dengan sesuatu yang lebih banyak daripada apa yang dia minta, atau dia dihindarkan dari berbagai musibah dan penyakit yang mana itu lebih utama daripada apa yang dia minta, ataukah Allah mengundurkan pengabulan doanya sampai ke hari kiamat.[29]

[1] Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam: 1/277
[2] QS. Al-Mukminun: 51
[3] QS. Al-Baqarah: 172
[4] HR. Muslim no. 1015
[5] Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam: 1/259
[6] Yakni: Dia membawakan Abu Bakar hasil usahanya. Al-kharaj adalah semacam pungutan yang diwajibkan tuan kepada budaknya yang dia harus setorkan dari usahanya. Lihat Al-Fath: 7/154
[7] Maka Abu bakar segera memasukkan tangannya, yakni: Dia memasukkannya ke dalam tenggorokannya.
[8] HR. Al-Bukhari no. 3842 dan dengan Al-Fath: 7/149
[9] HR. Abu Nuaim dalam Al-Hilyah: 1/31 dan Ahmad dalam Az-Zuhud dengan lafazh semakna dengannya hal. 164. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ dari hadits Jabir riwayat Ahmad, Ad-Darimi, dan Al-Hakim. Lihat Shahih Al-Jami’: 4/172
[10] Al-asy’ats adalah yang berantakan rambutnya, yang berdebu, tidak memakai minyak, lagi tidak disisir.
[11] HR. Muslim no. 2622
[12] HR. Abu Daud: 2/78 no. 1488, At-Tirmizi: 5/557, Ibnu Majah: 2/1271, dan Al-Baghawi dalam Syarh As-Sunnah: 5/185. Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmizi: 3/179 dan Shahih Ibnu Majah no. 3865
[13] Jami’ِ Al-Ulum wa Al-Hikam: 1/269-275
[14] Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam: 2/403
[15] Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam: 2/403
[16] HR. Al-Bukhari no. 6340 dan Muslim no. 2735
[17] Makna berputus asa (arab: yastahsir) adalah berhenti berdoa. Di antara contoh penggunaannya adalah firman Allah Ta’ala, “Mereka (para malaikat) tidak bersombong dari beribadah kepada-Nya dan tidak pula mereka berputus asa,” yakni: Mereka tidak menghentikannya. Lihat Syarh An-Nawawi dan Al-Fath: 11/141
[18] HR. Muslim: 4/2096
[19] Yakni: Mungkin yang terbaik saat itu baginya adalah doanya tidak segera dikabulkan, karena jika segera dikabulkan maka akan menimbulkan mudharat baginya. (pent.)
[20] QS. Al-A’raf: 56
[21] Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam: 2/404
[22] Lihat Majmu’ Fatawa Al-Allamah Ibnu Baaz: 1/261, kumpulan Ath-Thayyar
[23] Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam: 1/275
[24] Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam: 1/377, dan lihat juga Mustadrak Al-Hakim: 2/302 dan Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 1805
[25] QS. Ar-Ra’d: 11
[26] Jami’ Al-Ulum wa Al-Hikam: 1/275
[27] HR. At-Tirmizi: 4/468 -dan dia nyatakan sebagai hadits yang hasan- no. 2169, Al-Baghawi dalam Syarh As-Sunnah: 14/345, dan Ahmad: 5/388. Lihat Shahih Al-Jami’ 6/97 no. 6947. Hadits yang semakna juga diriwayatkan dari Aisyah -radhiallahu anha- secara marfu’, “Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah -Tabaraka wa Ta’ala- berfirman kepada kalian: Perintahkanlah kepada yang ma’ruf dan laranglah dari yang mungkar, sebelum kalian berdoa kepada-Ku maka Aku tidak akan mengabulkannya, kalian meminta kepada-Ku maka Aku tidak akan memberi kalian, dan kalian meminta pertolongan kepada-Ku maka Aku tidak akan menolong kalian.” HR. Ahmad: 6/159. Lihat Al-Majma’: 7/266
[28] HR. Ahmad dalam Al-Musnad: 3/18, dan takhrijnya telah berlalu pada hal. 20 (kitab asli, pent.)
[29] Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 1/258-268, kumpulan Ath-Thayyar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar