Rabu, 26 Oktober 2011

Waktu Waktu Sholat

Allah Ta’ala berfirman:


أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا


“Dirikanlah shalat karena matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al-Isra`: 78)

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا

“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa`: 103)






Dari Abdullah bin ‘Amr bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ الْعَصْرُ وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ الشَّفَقُ وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الْأَوْسَطِ وَوَقْتُ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ

“Waktu shalat zhuhur adalah jika matahari telah condong (ke barat) dan bayangan seseorang seperti panjangnya selama belum tiba waktu shalat ashar. Waktu shalat ashar adalah selama matahari belum menguning. Waktu shalat maghrib adalah selama mega merah (syafaq) belum menghilang. Waktu shalat isya` hingga tengah malam. Dan waktu shalat shubuh adalah semenjak terbit fajar selama matahari belum terbit. Jika matahari sudah terbit, maka janganlah melaksanakan shalat, sebab dia terbit di antara dua tanduk setan.” (HR. Muslim no. 612)

Dari Abu Barzah Al-Aslami radhiallahu anhu dia berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الصُّبْحَ وَأَحَدُنَا يَعْرِفُ جَلِيسَهُ وَيَقْرَأُ فِيهَا مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى الْمِائَةِ وَيُصَلِّي الظُّهْرَ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ وَالْعَصْرَ وَأَحَدُنَا يَذْهَبُ إِلَى أَقْصَى الْمَدِينَةِ رَجَعَ وَالشَّمْسُ حَيَّةٌ وَنَسِيتُ مَا قَالَ فِي الْمَغْرِبِ وَلَا يُبَالِي بِتَأْخِيرِ الْعِشَاءِ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ

“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat shubuh, dan salah seorang dari kami dapat mengetahui siapa orang yang ada di sisinya. Dalam shalat tersebut beliau membaca antara enam puluh hingga seratus ayat. Beliau shalat Zhuhur saat matahari sudah condong (ke barat). Beliau shalat ‘Ashar dalam keadaan seandainya salah seorang dari kami pergi ke ujung kota kemudian dia kembali maka matahari masih terasa panas sinarnya. Dan aku lupa apa yang dia katakan berkenaan dengan shalat Maghrib. Dan beliau sering mengakhirkan pelaksanaan shalat ‘Isya hingga sepertiga malam.” (HR. Al-Bukhari no. 541 dan Muslim no. 461)

Dari Jabir radhiallahu anhuma dia berkata:

سَأَلَ رَجُلٌ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ مَوَاقِيتِ الصَّلَاةِ فَقَالَ صَلِّ مَعِي فَصَلَّى الظُّهْرَ حِينَ زَاغَتْ الشَّمْسُ وَالْعَصْرَ حِينَ كَانَ فَيْءُ كُلِّ شَيْءٍ مِثْلَهُ وَالْمَغْرِبَ حِينَ غَابَتْ الشَّمْسُ وَالْعِشَاءَ حِينَ غَابَ الشَّفَقُ قَالَ ثُمَّ صَلَّى الظُّهْرَ حِينَ كَانَ فَيْءُ الْإِنْسَانِ مِثْلَهُ وَالْعَصْرَ حِينَ كَانَ فَيْءُ الْإِنْسَانِ مِثْلَيْهِ وَالْمَغْرِبَ حِينَ كَانَ قُبَيْلَ غَيْبُوبَةِ الشَّفَقِ والْعِشَاءِ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ

“Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang waktu shalat. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab ” Shalatlah bersamaku”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat Zhuhur saat matahari tergelincir, shalat Ashar ketika bayangan setiap benda seperti benda aslinya, shalat Maghrib tatkala matahari telah terbenam, dan shalat Isya’ ketika mega merah di langit telah lenyap. Laki-laki tersebut berkata, “Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (keesokan harinya) shalat Zhuhur ketika bayangan manusia seperti aslinya, shalat Ashar ketika bayangan orang menjadi dua kali lipat, shalat Maghrib ketika menjelang hilangnya mega merah dan  shalat Isya hingga sepertiga malam.”
(HR. An-Nasai no. 513 dan selainnya, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Al-Irwa` no. 249)

Penjelasan ringkas:

Masuknya waktu shalat merupakan syarat syahnya shalat, maka sebagaimana orang yang shalat setelah keluar waktunya -tanpa uzur- itu tidak syah, maka demikian pula halnya dengan orang yang shalat sebelum masuk waktunya.
Berikut penyebutan waktu-waktu shalat berdasarkan dalil-dalil di atas:

1.    Shalat subuh

Hadis Abdullah bin ‘Amr
Dan waktu shalat shubuh adalah semenjak terbit fajar selama matahari belum terbit.

Hadis Abu Barzah Al-Aslami
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat shubuh, dan salah seorang dari kami dapat mengetahui siapa orang yang ada di sisinya. Dalam shalat tersebut beliau membaca antara enam puluh hingga seratus ayat.

Awal waktunya adalah saat terbitnya fajar dan akhirnya adalah ketika matahari terbit, berdasarkan hadits Abdullah bin Amr bin Al-Ash -radhiyallahu anhuma- di atas. Fajar yang dimaksud di sini adalah fajar kedua atau yang dikenal dengan fajar shadiq. Yaitu cahaya putih yang membentang dari utara ke selatan di ufuk timur dan setelah munculnya maka sedikit demi sedikit langit akan terang.

Dalam shalat subuh ini, disunnahkan untuk mengerjakannya di waktu ghalas (masih gelap) dan inilah yang diamalkan oleh Nabi -alaihishshalatu wassalam-.

Dari Abu Mas’ud Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu dia berkata:

وَصَلَّى الصُّبْحَ مَرَّةً بِغَلَسٍ، ثُمَّ صَلَّى مَرَّةً أُخْرَى فَأَسْفَرَ بِهَا ثُمَّ كَانَتْ صَلاَتُهُ بَعْدَ ذَلِكَ الْغَلَسَ حَتَّى مَاتَ لَمْ يَعُدْ إِلَى أَنْ يُسْفِرَ
“Rasulullah sekali waktu shalat subuh pada waktu ghalas lalu pada kali lain beliau mengerjakannya di waktu isfar (sudah agak terang tapi matahari belum terbit, pent.). Kemudian shalat subuh beliau setelah itu beliau kerjakan di waktu ghalas hingga beliau meninggal, beliau tidak pernah lagi mengulangi pelaksanaannya di waktu isfar.” (HR. Abu Dawud no. 394 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud)

Dan beliau juga bersabda dalam hadits Rafi’ ibnu Khadij dia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَسْفِرُوْا بِالْفَجْرِ فَإِنَّهُ أَعْظَمُ لِلْأَجْرِ

“Lakukanlah shalat fajar hingga kalian selesai darinya pada saat isfar (sudah terang)  karena hal itu lebih memperbesar pahala.” (HR. At-Tirmizi no. 154 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmizi)

Yakni: Kerjakanlah shalat subuh di waktu ghalas lalu perpanjanglah bacaan agar kalian selesai darinya saat isfar. Karenanya disebutkan dalam hadits Abu Barzah di atas bahwa Nabi -alaihishshalatu wassalam- membaca 60 sampai 100 ayat dalam shalat subuh.

Kriteria Astronomi


Departemen Agama
fajar shadiq didefinisikan saat matahari 18° dibawah ufuk timur




UOIF (referensi yang sering dipakai umat muslim Perancis)
waktu fajar dihitung pada saat matahari 12° dibawah ufuk timur dikurangi 5 menit untuk berjaga-jaga. (Catatan: Untuk negara yang berada jauh diatas katulistiwa, penggunaan fajar 12° lebih memudahkan ketimbang fajar 18° . Jika menggunakan fajar   18° , pada saat musim panas, perbedaan waktu antara terbit fajar sampai terbit matahari bisa mencapai lebih dari 3.5 jam dan mengakibatkan perbedaan waktu isya dan subuh hanya 2.5 jam!!!)

2. Shalat Zuhur


Hadis Abdullah bin ‘Amr
Waktu shalat zhuhur adalah jika matahari telah condong (ke barat) dan bayangan seseorang seperti panjangnya selama belum tiba waktu shalat ashar



Hadis Abu Barzah Al-Aslami
Beliau shalat Zhuhur saat matahari sudah condong (ke barat).


Hadis Jabir
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat Zhuhur saat matahari tergelincir (hari pertama)
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (keesokan harinya) shalat Zhuhur ketika bayangan manusia seperti aslinya



Kriteria Astronomi
Departemen Agama
Zuhur; didefinisikan 2 menit setelah istiwa. Sementara Istiwa didefinisikan sebagai waktu pertengahan antara saat matahari terbit dan terbenam














UOIF
tidak ada penjelasan khusus. Disebutkan waktu zuhur didasarkan atas database observatorium Perancis ditambah 5 menit untuk berjaga-jaga.

3. Shalat Ashar

Hadis Abdullah bin ‘Amr
Waktu shalat ashar adalah selama matahari belum menguning.


Hadis Abu Barzah Al-Aslami
Beliau shalat ‘Ashar dalam keadaan seandainya salah seorang dari kami pergi ke ujung kota kemudian dia kembali maka matahari masih terasa panas sinarnya


Hadis Jabir
shalat Ashar ketika bayangan setiap benda seperti benda aslinya (hari pertama)
shalat Ashar ketika bayangan orang menjadi dua kali lipat (keesokan harinya)


Kriteria Astronomi


Departemen Agama
Ashar; didefinisikan sebagai saat bayangan = saat bayangan waktu zuhur+ tinggi benda itu sendiri
















UOIF 
waktu Ashar dihitung saat bayangan benda = tinggi bendanya sendiri

4. Shalat Maghrib

Hadis Abdullah bin ‘Amr
Waktu shalat maghrib adalah selama mega merah (syafaq) belum menghilang.

Hadis Abu Barzah Al-Aslami
Dan aku lupa apa yang dia katakan berkenaan dengan shalat Maghrib.

Hadis Jabir
shalat Maghrib tatkala matahari telah terbenam (hari petama)
shalat Maghrib ketika menjelang hilangnya mega merah (keesokan harinya)


Kriteria Astronomi


Departemen Agama
Maghrib; didefinisikan sebagai saat 2 menit setelah matahari terbenam di ufuk barat





UOIF
tidak ada penjelasan khusus. Disebutkan waktu maghrib didasarkan atas database observatorium Perancis ditambah 5 menit untuk berjaga-jaga.

5. Shalat Isya

Hadis Abdullah bin ‘Amr
Waktu shalat isya` hingga tengah malam.

Hadis Abu Barzah Al-Aslami
Dan beliau sering mengakhirkan pelaksanaan shalat ‘Isya hingga sepertiga malam

Hadis Jabir
shalat Isya’ ketika mega merah di langit telah lenyap (hari pertama)
shalat Isya hingga sepertiga malam (keesokan harinya)

Kriteria Astronomi

Departemen Agama
Isya; didefinisikan bermula saat posisi matahari berada 18° dibawah ufuk barat




UOIF
waktu isya dihitung pada saat matahari 12° dibawah ufuk barat (tanpa penambahan atau pengurangan waktu)

Referensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar